Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Selamat datang di blog saya, Apakah masih gegana alias galau gundah merana?
Sekarang jangan lagi..ne ada cerita inpiratif. Silahkan dibaca!
PENGORBANAN
TULUS SEBATANG POHON
By Sumekar, S.S
Ada
pohon besar di dalam hutan dengan batang yang tebal, banyak dahan besar, dan
berdaun rimbun. Seorang anak yang kesepian datang ke pohon itu untuk bermain.
Baca juga... FilosofiPohon Bambu
Baca juga... FilosofiPohon Bambu
Anak
itu membayangkan ia mendengar pohon itu berkata ramah kepadanya, “Ayo panjatlah
aku. Bangunlah rumah bermain kecil di atas sini. Kamu boleh menggunakan dahan
kecilku jika kamu mau, juga daunku yang berlimpah.” Maka anak itu memanjat
pohon itu, mematahkan beberapa ranting, mengambil dedaunan, dan membuat rumah
rahasia yang tinggi di pohon itu. Meski itu menyakiti pohon, namun pohon itu
bahagia berkorban sedikit untuk melihat anak itu mendapatkan begitu banyak
kesenangan. Selama hari-hari yang panjang, anak itu akan bermain di dalam rumah
pohon. Pohon itu puas.
Baca juga.. (Kelahiran dan Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid).
Baca juga.. (Kelahiran dan Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid).
Ketika
anak itu tumbuh lebih dewasa, ia berhenti bermain di pohon itu. Pohon itu
menjadi sedih, rantingnya merunduk dan deadunannya kehilangan kilaunya.
Selang
beberapa tahun, anak yang kini remaja itu kembali. Pohon itu kegirangan
melihatnya lagi. Pemuda itu merasa ia mendengar pohon itu berkata, “Ayo
panjatlah aku lagi. Rumah pohon lamamu masih di sini. Aku merindukanmu.”
“Kini
aku terlalu tua untuk bermain rumah pohon,’ pikir remaja itu. “Aku ingin kuliah
tapi aku terlalu miskin.”
“Tidak
masalah,’ pohon itu tampaknya berkata, “Kembalilah seminggu lagi. Aku akan
mengeluarkan buah. Aku akan hasilkan ekstra. Silakan panen semua buahku dan
juallah untuk membayar biaya kuliahmu.”
Maka
anak itu kembali tujuh hari kemudian. Pohon itu dipenuhi buah ranum. Anak itu
mengambil semuanya sampai buah yang terkahir, menjualnya, dan cukup untuk biaya
kuliah satu tahun. Pohon itu sangat bahagia.
Anak
itu kembali selama tiga tahun berikutnya, mengambil setiap buahnya dan
menjualnya untuk memenuhi biayanya. Pohon itu gembira. Pohon itu bahkan
kelihatannya berusaha lebih keras tiap tahunnya untuk menghasilkan lebih banyak
buah untuk sahabatnya, meskipun ini membuat pohon itu kelelahan dan makin
sakit.
Ketika
anak itu lulus, ia berhenti datang. Pohon itu sedih lagi. Beberapa tahun
kemudian, anak itu, kini menjadi pemuda, kembali. Ia memiliki kesan yang sangat
jelas bahwa pohon tua itu menangis kegirangan melihatnya lagi. “Tunggu beberapa
hari lagi. Walau aku kini agak lemah, aku masih bisa menghasilkan banyak buah
agar kamu jual untuk biaya kuliahmu.”
“Aku
tidak kuliah lagi,” kata pemuda itu, “aku sudah punya pekerjaan. Aku sudah
jatuh cinta dan ingin menikah, namun kami membutuhkan rumah untuk ditinggali.”
“Tidak
masalsah,” pohon itu agaknya berkata, “kembalilah besok dengan gergaji. Ambil
dahan tebalku. Itu bisa untuk membuat papan lantai dan tiang yang kuat. Bahkan
ada cukup kayu untuk membuat dindingnya. Gunakan dahan kecil dan daun besar
untuk atapnya. Ada banyak.”
Demikianlah,
hari berikutnya, pemuda itu mengambil seluruh dahan dan daun untuk membuat
rumahnya, menyisakan hanya batangnya. Meski itu melukai pohon itu dengan parah,
pohon itu bahagia membuat pengorbanan besar untuk seseorang yang dicintainya.
Selama
bertahun-tahun, anak itu tidak pernah kembali. Pohon itu bergantung pada
kenangan bahagianya untuk mempertahankan hidupnya.
Kala
anak itu datang lagi, kini menjadi pria setengah baya, pohon itu nyaris
melompat keluar dari tanah dengan sukacita. “Selamat datang! Sungguh bahagia
melihatmu lagi!” Bahkan kali ini burung-burung pun bisa mendengar pohon itu.
“Apa yang bisa kulakukan untukmu? Mohon izinkan aku membantu.”
“Aku
kini punya anak,” jawab pria itu, “dan aku ingin memulai usaha perabotanku
sendiri untuk mendapat cukup uang untuk memberi mereka kehidupan yang baik.”
“Bagus
sekali,” kata pohon tua itu, “meski kamu mungkin berpikir aku cuma tunggul tua,
ada banyak kayu indah dalam batangku untuk membuat banyak perabot mahal.
Ambillah. Aku akan bahagia jika kamu ambil semua.”
Maka
pria itu datang esoknya, menebang batang pohon itu dan mendapat cukup banyak
kayu kelas satu untuk memulai usaha perabotannya.
Tak
lama setelahnya, pohon itu mati.
Bertahun-tahun
kemudian, anak itu, kini telah menjadi orangtua, mengunjungi tempat dimana
pohon yang sehat itu pernah berdiri, tempat ia membangun rumah pohon semasa ia
kecil, yang selalu begitu dermawan kepadanya. Yang tersisa hanyalah akar yang
melapuk. Orang tua itu membaringkan kepalanya di atas akar-akar itu sejenak.
Akar itu jauh lebih nyaman daripada bantal bulu. Ia ingat dengan berurai air
mata bagaimana pohon itu telah menolongnya, tanpa bertanya, tiap kali ia
membutuhkan pertolongan. Bagaimana pohon itu mengorbankan segalanya untuknya,
dan bahagia melakukannya setiap saat. Ia pu tertidur. Ketika ia bangun dari
mimpi itu, ia menyadari bahwa pohon itu adalah orangtuanya.
Kesimpulannya:
Pengorbanan orang tua itu ibarat sebatang pohon yang tanpa pamrih.
Semoga bermamfaat
dan terimakasih telah mengunjungi blog saya dan
silahkan di share.
No comments:
Post a Comment